MENYIMPAN PENGALAMAN DALAM TULISAN
Sebuah Kesadaran Literasi
(Murwati
Widiani*)
“Kalau
usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis memperpanjang
ada-mu di dunia dan amalmu di akhirat kelak” (Helvy Tiana Rosa).
Membaca
pesan tersebut, kita seperti diingatkan tentang pendeknya usia kita, sekaligus
diberi tahu bagaimana cara membuat kita tetap ada. Caranya, dengan menulis.
Salah satu sumber menulis adalah pengalaman.
Semua
orang, apa pun profesinya pastilah memiliki pengalaman menarik atau pengalaman
terbaik. Jika pengalaman itu disimpan, manfaatnya hanyalah untuk diri sendiri.
Jika pengalaman itu diceritakan, manfaatnya akan terbagi kepada audiens yang
mendengarkan dan akan menghilang dalam keterbatasan ingatan manusia. Namun,
jika ditulis, inshaa Allah usianya akan melebihi usia kita, lebih abadi, lebih
banyak yang memanfaatkan, dan akan menyejarah.
Sebuah
pengalaman menarik mungkin karena unik, mengharukan, menyenangkan, mengagumkan,
tinggal ditulis sesuai dengan alur cerita sebenarnya. Jika pengalaman dikembangkan,
diberi unsur fiktif (rekaan), akan menjadi sebuah cerita pendek. Pengalaman
hidup yang besar atau memiliki durasi panjang bahkan akan menjadi sebuah novel
atau biografi. Sudah banyak contohnya. NH Dini menulis banyak novel yang
diangkat dari pengalaman pribadinya. Andrea Hirata bahkan novelnya, Laskar Pelangi, berasal dari catatan
hariannya. Hanum Salsabiela Rais dalam kisah hidupnya memperjuangkan kehadiran
seorang anak, telah melahirkan novel yang spektakuler I am Sarahza.
Selain
pengalaman menarik, dalam hidup seseorang terdapat juga pengalaman terbaik (best practice). Pengalaman terbaik berkaitan
dengan keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas atau profesinya. Seorang
dokter mampu menjadi perantara Tuhan menyembuhkan penyakit pasien yang menahun
dengan tindakan tertentu, atau berhasil mengoperasi kanker pasien tanpa
meninggalkan bekas, ini contoh pengalaman terbaik. Seorang perawat mungkin memiliki
pengalaman terbaik dalam merawat pasien yang sudah kehilangan semangat karena
anggota keluarganya sudah tidak mempedulikan lagi. Dengan keramahan, pelayanan
yang baik, menggunakan trik tertentu akhirnya pasien tersebut kembali
bersemangat, lalu bersedia makan, minum obat, lalu pulang ke rumah dalam
kondisi sehat. Mungkin tidak semua perawat memiliki kiat merawat seperti itu,
maka jika pengalaman ini ditulis, akan dibaca sesama perawat dan mereka akan
memetik pelajaran berharga.
Dalam
dunia kuliner, mungkin saja seorang chef
atau ibu rumah tangga menemukan resep baru memasak menggunakan bahan baku yang
murah, tetapi memiliki citarasa yang tinggi. Pengalaman seperti ini dapat
ditulis dan dipublikasikan di majalah wanita, di blog atau di mana pun yang bisa
diakses orang banyak. Mungkin orang tak pernah membayangkan tulisan sejenis
resep masakan akan dibaca, lalu dipraktikkan dan diajarkan pada orang lain.
Begitu seterusnya sampai waktu yang tak berbatas, bahkan melebihi usia sang penulis.
Bukankah yang seperti ini yang disebut sebagai ilmu yang bermanfaat, yang
selalu mengalirkan pahala meski pemilik ilmu sudah tiada?
Di
dunia pendidikan, seorang guru pastilah selalu berusaha membantu siswanya untuk
mencapai keberhasilan, baik secara klasikal maupun individual. Mereka berusaha
menggunakan pendekatan, model, atau metode pembelajaran yang sesuai, menarik,
dan menyenangkan. Guru yang kreatif akan membuat alat peraga atau media
pembelajaran yang mampu membantu pemahaman siswa sehingga mudah bagi siswa
untuk menguasai kompetensi tertentu. Pernah saya melihat seorang tutor Kejar
Paket B mengajarkan matematika tentang penjumlahan bilangan bulat negatif dan
positif. Tutor tersebut membuat alat peraga berupa wayang suket yang memiliki
kepala menyamping. Dengan media alas batang pisang yang diberi garis-garis,
wayang diperagakan berjalan maju jika bilangannya positif lalu mundur jika
negatif. Hasilnya, peserta didik menjadi paham. Bukan hanya paham, tetapi
mereka senang karena merasa sedang bermain.
Restituta
Estin, seorang guru Bahasa Indonesia SMP mengajarkan kompetensi menyunting
karangan, yang dari waktu ke waktu nilai yang diraih siswa tak kunjung
memuaskan. Bu Estin berupaya menerapkan model yang
disebutnya “KOMEN” singkatan dari kompetisi menyunting dan bermedia “PS”
singkatan dari pintar sunting. “PS” merupakan sebuah media flash berupa permainan, kata-kata yang diketik warna dalam sebuah
paragraf menunjukkan kata tidak baku. Jika kata tersebut diklik akan muncul
kata baku. Setelah beberapa kali bermain, para siswa diajak berlomba
antarkelompok dengan diberi soal menyunting paragraf yang mengandung kesalahan.
Hasilnya, 32 siswa mengalami peningkatan minat
belajar dari 40% menjadi 84,38%. Mereka juga menjadi pintar menyunting dengan
nilai rata-rata 77,08, nilai sebelumnya hanya 65,31.
Alangkah sayangnya jika pengalaman guru dalam melaksanakan
pembelajaran inovatif hanya dibiarkan, tanpa ditulis. Ada banyak manfaat jika
guru mau menulis pengalaman terbaiknya. Pertama, guru menjadi memiliki dokumen
berharga, tulisan pengalaman terbaik juga dapat diseminarkan. Kedua, pengalaman
terbaik yang dipublikasikan di media massa (jurnal, majalah, atau surat kabar) atau
diterbitkan dalam bentuk buku, tentu akan mendatangkan imbalan dan akan menjadi
ajang berbagi. Ketiga, naskah pengalaman terbaik dapat dilombakan di berbagai
ajang lomba, mulai tingkat kabupaten sampai tingkat nasional, bahkan
internasional. Keempat, tulisan pengalaman terbaik dapat dinilaikan sebagai angka
kredit bagi jabatan guru yang berstatus PNS.
Menulis
pengalaman terbaik dapat menggunakan berbagai bentuk dan teknik. Jika tulisan
akan dipublikasikan di surat kabar atau majalah, bentuk tulisan dapat berupa
tulisan ilmiah populer ataupun feature.
Teknik yang sesuai tentu menggunakan bahasa yang populer, komunikatif, mudah
dibaca dan dipahami karena pembaca majalah dan surat kabar kebanyakan adalah
orang awam dan memerlukan bacaan yang ringan. Jika pengalaman terbaik akan
dilombakan, ikuti teknik dan sistematika yang biasanya sudah dipersyaratkan.
Jika dipublikasikan di jurnal ilmiah, ikuti juga sistematika jurnal yang akan memuat
tulisan kita. Teknik menulis di jurnal menggunakan bahasa yang baku dan ilmiah,
meski tidak harus kehilangan sifat komunikatif. Jika ditulis untuk keperluan
penilaian angka kredit jabatan guru (mungkin jabatan fungsional lainnya) harus
menggunakan sistematika yang telah diatur dalam petunjuk teknis.
Jika pengalaman akan ditulis dalam bentuk feature, ada baiknya kita mengerti sedikit mengenai konsep dan
ciri-ciri feature. Feature adalah tulisan kreatif yang ditujukan
untuk memberikan informasi sekaligus menghibur atau menggugah emosi tentang
suatu peristiwa atau seseorang. Unsur
kreativitas berupa: (a) gaya bertuturnya seperti orang berkisah, (2) deskripsinya
lebih detail dan mendalam sehingga menghidupkan imajinasi pembaca tentang suatu
peristiwa atau tokoh, (3) alur tulisan lebih variatif, misalnya flashback, alur maju, tidak hanya
piramida terbalik sebagaimana berita pada umumnya, (4) mengangkat sisi-sisi
humanis, dan (5) bagaimanapun, feature
harus mengandung 5W + 1 H.
Feature meliputi: judul, lead
(paragraf pembuka), badan tulisan, dan penutup. Judul feature tidak
harus menggambarkan secara tersurat isi tulisan, menarik tapi tidak bombastis,
memuat inti terpenting dari tulisan. Misalnya, dalam feature catatan perjalanan ke Jepang, untuk menggambarkan betapa
bersihnya negeri itu, saya membuat judul “Kota Bersih Tanpa Slogan Kebersihan”.
Unsur kedua, lead.
Lead adalah paragraf pertama suatu tulisan. Pembaca memutuskan untuk meneruskan
membaca atau tidak suatu tulisan bergantung pada menarik tidaknya lead tulisan. Ada bermacam-macam jenis lead. Antara lain lead
deskripsi, lead kutipan, dan lead pertanyaan. Misalnya feature berjudul “Kota Bersih Tanpa
Slogan Kebersihan”, menggunakan lead kutipan
atau perkataan seseorang:
Pertama
kali, kaki mulai menginjak tanah Jepang, satu pesan menantang yang disampaikan
Pak Ceppy, guru bahasa Jepang yang membekali kami sebelum berangkat, kembali
terngiang. “Silakan bawa lalat Jepang ke sini jika ada! Saya akan mengganti
dengan uang seratus ribu untuk setiap lalat!”, begitu beliau berpesan ketika
menggambarkan betapa bersihnya Jepang.
Lead pertanyaan
atau membuka tulisan dengan pertanyaan dapat membuat pembaca merasa dilibatkan.
Pada umumnya lead pertanyaan sukses menarik perhatian pembaca, Contoh: Inginkah Anda bertubuh langsing tanpa
mengurangi makan? Siapa pun yang memiliki kelebihan berat badan, namun sulit
mengurangi makan, pasti ingin tahu trik yang akan saya berikan.
Setelah membuat lead,
kita akan membuat badan tulisan berupa pengalaman atau kejadian secara
sistematis. Supaya tidak membosankan, informasi dapat diselingi dengan
deskripsi suasana, karakter, atau hal-hal ringan.
Bagian akhir feature
adalah penutup atau pemberi kesan terakhir. Penutup feature haruslah menarik. Ada beberapa jenis penutup: (1) penyengat;
(2) klimaks, (3) menggantung atau tanpa penyelesaian. Penutup penyengat
memberikan kesan mengejutkan. Sebagai contoh, sebuah feature tentang keberhasilan polisi meringkus penjahat ke penjara diakhiri
dengan kalimat: Esoknya, sang
penjahat berhasil kabur dari penjara.
Penutup klimaks digunakan pada feature yang ditulis secara kronologis dan akhirnya sudah jelas.
Sebagai contoh: Akhirnya, saya tidak
lagi meminta uang saku pada orang tuaku, bahkan aku mampu membantu uang belanja
ibuku satu juta setiap bulan.
Penutup menggantung bisa digunakan untuk hal-hal yang
belum selesai, misalnya seorang penemu memperkenalkan temuannya, namun usahanya
belum sepenuhnya berhasil. Contoh: Setelah
bertahun-tahun Jumadi bereksperimen dengan kompor alternatifnya, akankah
pemerintah melirik kompor Jumadi?
Bagaimana
jika pengalaman terbaik akan ditulis menjadi karya ilmiah, misalnya bagi
profesi guru? Bila naskah akan dilombakan ikuti alur yang dipersyaratkan oleh
panitia. Jika pengalaman terbaik akan ditulis untuk kenaikan angka kredit,
gunakan kerangka isi berikut.
|
A. Bagian Awal: terdiri atas halaman
judul; lembaran persetujuan; kata pengantar; daftar isi, daftar tabel, daftar
gambar, dan lampiran; serta abstrak atau ringkasan.
B. Bagian Isi: umumnya
terdiri atas beberapa bab, yakni:
1. Bab Pendahuluan yang
menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan, dan
Manfaat.
2. Bab Kajian/Tinjauan
Pustaka
3.
Bab Pembahasan Masalah yang didukung data berasal dari satuan pendidikannya. cara
pemecahan masalah yang menguraikan langkah-langkah atau cara-cara dalam memecahkan
masalah, termasuk hambatan-hambatan yang harus diatasi yang dituangkan secara
rinci. (Hal yang sangat perlu disajikan pada bab ini adalah keaslian,
kejelasan ide/gagasan, dan kecemerlangan ide terkait dengan upaya
pemecahan masalah di sekolah/madrasahnya. Uraian ini merupakan inti
tulisan Best Practice.
C. Bab Kesimpulan
D. Bagian Penunjang: memuat daftar pustaka dan lampiran data yang digunakan dalam
melakukan best practice.
|
Best Practice memiliki indikator sebagai berikut:
1. Mengembangkan cara baru
yang kreatif, inovatif, efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah dan
membawa sebuah perubahan yang hasilnya luar biasa (outstanding result);
2. Mampu menyelesaikan
masalah tertentu dengan cara terbaik;
3. Mampu menyelesaikan
masalah secara berkelanjutan (keberhasilan lestari) atau dampak dan manfaatnya
berkelanjutan; dan
4. Mampu menjadi model “baru” yang
menginspirasi orang lain. (Kemendikbud, 2015:4)
Agar menjadi tulisan yang menarik, dalam mengemas best practice perlu memperhatikan
beberapa hal (terutama jika dilombakan): (1) membuat judul yang menarik; (2)
memulai dengan latar belakang yang menarik dan logis; (3) jangan terlalu banyak
membuat kutipan langsung agar lolos uji similaritas; (4) menulis dengan sistematis;
(5) menggunakan bahasa yang efektif; (6) sertakan kelengkapan, bukti fisik
seperti hasil karya, foto, dll.
Contoh
Judul Best Practice Guru (Pemenang
Lomba Inobel dan LKIG Nasional):
1.
Pembelajaran Bahasa Jawa melalui Permainan
Srampangan-Sadumuk Saunine, Agung Vendi Setyawan, SD Tamanan 2 Kalasan
(Srampangan = sabet (lempar),
merangkai dan mencari pasangan kartu)
2.
Wayang Robocup untuk Meningkatkan Aktivitas
Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Baregbeg, Ciamis pada Mata Pelajaran IPS,
Nanang Heryanto (Robocup= recycle of bottle and cup).
3. Alat
Peraga L-Square untuk Kegiatan
Refleksi Pembelajaran Bahasa Inggris di SMPN 2 Wonosari, Farid Gunawan
4.
Pengembangan Komik Digital Berkarakter dan Berteknologi Kelas XI SMA Negeri 1 Rambang Kuang, Edi Gumuntur
5. Penerapan Metode ”DIKSI” - Sebuah Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran Membacakan Puisi,
Murwati Widiani
Contoh Judul Best
Practice Kepala Sekolah (Pemenang Lomba Best
Practice KS Nasional):
1. Mewujudkan Metamorfosis SDN 8 Mas
melalui Manajemen Keterlibatan Masyarakat Lokal dan Global, Ida Ayu Putu
Satyani
2. Kolaborasi Tigo Tungku Sajarangan di
SMPN 5 Padang, Junaidi
3.
Kutu Buku
Kom (Karya Tulis Bermutu, Terukur, dan Kompetitif) untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis dan Menyelesaikan Masalah di SMA Al-Hikmah
Surabaya, Ahmad Fais
4. Selempang Sasirangan Saudagar
Milenial (Produksi Kain Sasirangan oleh Siswa sebagai Bekal untuk menjadi
Saudagar di Era Milenial), Herry Fitriyadi
Contoh Judul Best
Practice Pengawas Sekolah (Pemenang Lomba Best Practice PS Nasional):
1. Bimlat Model “SiKecil-Upin” Mempergunakan Pola Warna
Kiat Jitu Penyusunan RKAS Berbasis Rapor Mutu pada Sekolah Binaan Pengawas, Tatik Dwi Wahyuni
2. Pembimbingan Guru dalam Mengupayakan Joyful Learning melalui “Workshop Model Supermovev”, Murwati Widiani (workshop, pemodelan, supervisi,
monitoring, evaluasi)
3. Pembimbingan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan
Literasi Siswa melalui Gallery Walk
Student (GWS), Naziefatussiri Kau
4. Membangun Karakter Guru yang Pancasilais melalui
Pendampingan Penuh “K A S I H”, Sugeng Rohadi.
Setelah membuat judul yang menarik, langkah berikutnya adalah
mengawali tulisan dengan pendahuluan yang logis. Misalnya, pendahuluan untuk tulisan
berjudul ”Penerapan Metode ‘DIKSI’ – Sebuah Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran Membacakan Puisi” adalah sebagai berikut:
|
Baca puisi merupakan salah satu kegiatan apresiasi puisi yang berbentuk
performansi atau unjuk kerja. Jika dalam membacakan puisi, pembaca
menggunakan lafal dan intonasi yang tepat, serta penuh penghayatan, pesan
yang ada pada puisi akan dapat diterima dengan baik oleh pendengar. Bahkan
pembacaan puisi yang baik mampu menimbulkan efek tertentu bagi pendengar,
yakni munculnya berbagai perasaan sesuai dengan isi puisi. Oleh karena itu,
pembacaan puisi sering dimanfaatkan dalam berbagai acara untuk mengetuk hati
pendengar. Misalnya pada malam amal, acara perpisahan, atau peringatan hari
besar tertentu.
Untuk menjadi pembaca puisi yang
baik diperlukan bekal dan latihan secara sungguh-sungguh. Salah satu ajang
pembekalan dan pelatihan adalah pembelajaran di kelas. Jadi, pembelajaran
membacakan puisi di kelas seharusnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan
penuh totalitas, baik oleh siswa sebagai pembelajar maupun oleh guru sebagai
kreator proses pembelajaran.
Namun demikian, realita yang ada
menunjukkan bahwa siswa tidak pernah bersungguh-sungguh jika harus tampil
membacakan puisi di kelas, khususnya di SMA Muhammadiyah Pakem. Menurut
pengakuan para siswa, ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, ada
rasa malu dan tidak percaya diri. Kedua, membaca puisi memang tidak mudah
bagi sebagian siswa. Ketiga, mereka menganggap kegiatan tersebut kurang
penting dan kurang bermanfaat. ”Untuk apa harus tampil bersungguh-sungguh, toh
bukan lomba,” demikian penuturan mereka.
Jadi, banyak siswa yang sebenarnya mampu membacakan puisi dengan
baik (atau lebih baik), namun karena alasan tersebut, mereka tampil seadanya.
Siswa belum menggunakan lafal, intonasi, tekanan, dan artikulasi dengan baik.
Mereka juga kurang menghayati isi puisi sehingga tampil tanpa ekspresi.
Akhirnya, kompetensi siswa dalam membacakan puisi tidak pernah meningkat.
Proses dan hasil pembelajaran baca puisi pun kurang memuaskan.
Di sisi lain, guru belum
mengupayakan strategi pembelajaran yang mampu mengubah sikap dan kebiasaan siswa. Pembelajaran apresiasi
puisi belum dikemas menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Guru kurang
optimal dalam membentuk kompetensi performansi siswa karena selama ini, hal
yang lebih dipentingkan guru adalah kompetensi kognitif.
Berkaitan dengan hal itu, perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
membacakan puisi. Penerapan metode ”DIKSI” (Diskusi, Aksi, dan
Refleksi) merupakan pilihan solusi yang diharapkan mampu mengubah
suasana belajar sekaligus mengubah sikap dan kebiasaan siswa yang kurang
positif. Dengan penerapan metode ”DIKSI”, diharapkan kualitas proses dan
hasil pembelajaran membacakan puisi dapat ditingkatkan.
|
Apa pun bentuk dan
jenis tulisan, dan di mana pun tulisan dipublikasikan akan membawa manfaat bagi
diri penulis, keluarga, instansi, dan masyarakat. Dengan menulis, kita akan
memiliki kisah, cerita, atau sejarah yang akan dibaca anak cucu kita. Ada kata
bijak yang patut kita ingat, “Jangan sampai cucu-cucu kita lebih mengenal kakek
dan nenek tetangga daripada mengenal kita hanya karena kakek dan nenek tetangga
menulis dan kita tidak.”
Kemampuan menulis merupakan tingkatan literasi yang
paling tinggi di antara seperangkat kemampuan dan keterampilan individu lainnya: membaca,
mendengarkan, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Mampu menulis berarti sebelumnya sudah mampu membaca,
mendengarkan, dan berbicara. Mau menulis artinya memiliki kesadaran literasi
yang tinggi.
Siapa pun mampu menulis
asalkan mau dan bersungguh-sungguh. Maka banyak pakar mengatakan, ”Untuk
menjadi penulis, ada tiga syarat, yakni menulis, menulis, dan menulis.” Mohammad
Fauzil Adhim dengan meyakinkan berkata, “Andaikan dihadapkan kepadaku dua orang
penulis, maka aku akan memilih yang paling gigih. Tanpa bakat, orang bisa
menjadi penulis hebat. Sementara tanpa kegigihan, seorang penulis berbakat tak
berarti apa-apa.” Selamat menulis, selamat menyimpan pengalaman dalam tulisan.
Sumber Tulisan
Kemendikbud.
2015. Pedoman Penulisan Best Practice
Pengawas Sekolah dan Guru.
______.
2016. Pedoman Kegiatan Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru.
______. 2018. Success Story
Pengawas Sekolah SMP.
Mohammad Fauzil Adhim. 2005. Inspiring
Words for Writers. Yogyakarta: Pro You.
Murwati Widiani. 2006. Penerapan
Metode ‘DIKSI’ – Sebuah Upaya Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Membacakan Puisi. Naskah Lomba Kreativitas Ilmiah Guru LIPI.
______. 2018. Pembimbingan Guru dalam Mengupayakan Joyful Learning melalui Workshop
Model Supermonev. Naskah Lomba Best
Practice Pengawas Sekolah Tingkat Nasional.
Sudaryanto.
2010. MengUANGkan Ide, Kaya dari Menulis
Artikel. Yogyakarta: Leutika.
|
*) Murwati Widiani, M.Hum. lahir di
Banyumas, 1 Oktober 1963. Menempuh pendidikan SD, SMP, dan SPG di Purwokerto,
S1 FPBS Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta, S2 Linguistik Terapan
Pascasarjana UNY. Bekerja sebagai Guru
Bahasa Indonesia SMA Muh. Pakem tahun 1990 – 2010, menjadi Pengawas SMA tahun
2010 – 2016, dan Pengawas SMP Disdik Sleman tahun 2017 – sekarang. Alamat
di Purwodadi, RT 04, RW 02, Pakembinangun, Pakem, Sleman 55582, HP
085228652477, E-mail: murwati_widiani@yahoo.co.id. FB: Murwati
Widiani, IG: Murwatiwidiani.
Menulis
karya ilmiah penelitian dan best
practice yang didokumentasikan di perpustakaan, dipublikasikan di jurnal
ilmiah, dan dilombakan di tingkat nasional. Pernah menjadi Pemenang I Guru
Berprestasi Tingkat Nasional 2002, Juara II
Lomba Guru Kreatif Jawa Tengah – DIY 2004, Pemenang I Lomba Kreativitas Ilmiah Guru XIV Tingkat Nasional LIPI Tahun 2006, menerima Tanda Kehormatan “SATYALANCANA
PENDIDIKAN” (untuk Guru Berprestasi) Tahun 2007, Juara II Pengawas
Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2014, Juara II Lomba Best Practice Pengawas Sekolah Tingkat Nasional Tahun 2018. Saat
ini sedang belajar menulis novel dan cerpen. Cerpen “Paijo” dipublikasikan
bersama 12 penulis dalam Antologi Cerpen Janji
Sepohon Jati.
|

Tidak ada komentar:
Posting Komentar