Sabtu, 09 Maret 2019

MENYIMPAN PENGALAMAN DALAM TULISAN - Sebuah Kesadaran Literasi


MENYIMPAN PENGALAMAN DALAM TULISAN
Sebuah Kesadaran Literasi
(Murwati Widiani*)
“Kalau usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis memperpanjang ada-mu di dunia dan amalmu di akhirat kelak” (Helvy Tiana Rosa).
Membaca pesan tersebut, kita seperti diingatkan tentang pendeknya usia kita, sekaligus diberi tahu bagaimana cara membuat kita tetap ada. Caranya, dengan menulis. Salah satu sumber menulis adalah pengalaman.
Semua orang, apa pun profesinya pastilah memiliki pengalaman menarik atau pengalaman terbaik. Jika pengalaman itu disimpan, manfaatnya hanyalah untuk diri sendiri. Jika pengalaman itu diceritakan, manfaatnya akan terbagi kepada audiens yang mendengarkan dan akan menghilang dalam keterbatasan ingatan manusia. Namun, jika ditulis, inshaa Allah usianya akan melebihi usia kita, lebih abadi, lebih banyak yang memanfaatkan, dan akan menyejarah.
Sebuah pengalaman menarik mungkin karena unik, mengharukan, menyenangkan, mengagumkan, tinggal ditulis sesuai dengan alur cerita sebenarnya. Jika pengalaman dikembangkan, diberi unsur fiktif (rekaan), akan menjadi sebuah cerita pendek. Pengalaman hidup yang besar atau memiliki durasi panjang bahkan akan menjadi sebuah novel atau biografi. Sudah banyak contohnya. NH Dini menulis banyak novel yang diangkat dari pengalaman pribadinya. Andrea Hirata bahkan novelnya, Laskar Pelangi, berasal dari catatan hariannya. Hanum Salsabiela Rais dalam kisah hidupnya memperjuangkan kehadiran seorang anak, telah melahirkan novel yang spektakuler I am Sarahza.
Selain pengalaman menarik, dalam hidup seseorang terdapat juga pengalaman terbaik (best practice). Pengalaman terbaik berkaitan dengan keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas atau profesinya. Seorang dokter mampu menjadi perantara Tuhan menyembuhkan penyakit pasien yang menahun dengan tindakan tertentu, atau berhasil mengoperasi kanker pasien tanpa meninggalkan bekas, ini contoh pengalaman terbaik. Seorang perawat mungkin memiliki pengalaman terbaik dalam merawat pasien yang sudah kehilangan semangat karena anggota keluarganya sudah tidak mempedulikan lagi. Dengan keramahan, pelayanan yang baik, menggunakan trik tertentu akhirnya pasien tersebut kembali bersemangat, lalu bersedia makan, minum obat, lalu pulang ke rumah dalam kondisi sehat. Mungkin tidak semua perawat memiliki kiat merawat seperti itu, maka jika pengalaman ini ditulis, akan dibaca sesama perawat dan mereka akan memetik pelajaran berharga.
Dalam dunia kuliner, mungkin saja seorang chef atau ibu rumah tangga menemukan resep baru memasak menggunakan bahan baku yang murah, tetapi memiliki citarasa yang tinggi. Pengalaman seperti ini dapat ditulis dan dipublikasikan di majalah wanita, di blog atau di mana pun yang bisa diakses orang banyak. Mungkin orang tak pernah membayangkan tulisan sejenis resep masakan akan dibaca, lalu dipraktikkan dan diajarkan pada orang lain. Begitu seterusnya sampai waktu yang tak berbatas, bahkan melebihi usia sang penulis. Bukankah yang seperti ini yang disebut sebagai ilmu yang bermanfaat, yang selalu mengalirkan pahala meski pemilik ilmu sudah tiada?  
Di dunia pendidikan, seorang guru pastilah selalu berusaha membantu siswanya untuk mencapai keberhasilan, baik secara klasikal maupun individual. Mereka berusaha menggunakan pendekatan, model, atau metode pembelajaran yang sesuai, menarik, dan menyenangkan. Guru yang kreatif akan membuat alat peraga atau media pembelajaran yang mampu membantu pemahaman siswa sehingga mudah bagi siswa untuk menguasai kompetensi tertentu. Pernah saya melihat seorang tutor Kejar Paket B mengajarkan matematika tentang penjumlahan bilangan bulat negatif dan positif. Tutor tersebut membuat alat peraga berupa wayang suket yang memiliki kepala menyamping. Dengan media alas batang pisang yang diberi garis-garis, wayang diperagakan berjalan maju jika bilangannya positif lalu mundur jika negatif. Hasilnya, peserta didik menjadi paham. Bukan hanya paham, tetapi mereka senang karena merasa sedang bermain.
Restituta Estin, seorang guru Bahasa Indonesia SMP mengajarkan kompetensi menyunting karangan, yang dari waktu ke waktu nilai yang diraih siswa tak kunjung memuaskan. Bu Estin berupaya menerapkan model yang disebutnya “KOMEN” singkatan dari kompetisi menyunting dan bermedia “PS” singkatan dari pintar sunting. “PS” merupakan sebuah media flash berupa permainan, kata-kata yang diketik warna dalam sebuah paragraf menunjukkan kata tidak baku. Jika kata tersebut diklik akan muncul kata baku. Setelah beberapa kali bermain, para siswa diajak berlomba antarkelompok dengan diberi soal menyunting paragraf yang mengandung kesalahan. Hasilnya, 32 siswa mengalami peningkatan minat belajar dari 40% menjadi 84,38%. Mereka juga menjadi pintar menyunting dengan nilai rata-rata 77,08, nilai sebelumnya hanya 65,31.
Alangkah sayangnya jika pengalaman guru dalam melaksanakan pembelajaran inovatif hanya dibiarkan, tanpa ditulis. Ada banyak manfaat jika guru mau menulis pengalaman terbaiknya. Pertama, guru menjadi memiliki dokumen berharga, tulisan pengalaman terbaik juga dapat diseminarkan. Kedua, pengalaman terbaik yang dipublikasikan di media massa (jurnal, majalah, atau surat kabar) atau diterbitkan dalam bentuk buku, tentu akan mendatangkan imbalan dan akan menjadi ajang berbagi. Ketiga, naskah pengalaman terbaik dapat dilombakan di berbagai ajang lomba, mulai tingkat kabupaten sampai tingkat nasional, bahkan internasional. Keempat, tulisan pengalaman terbaik dapat dinilaikan sebagai angka kredit bagi jabatan guru yang berstatus PNS.
Menulis pengalaman terbaik dapat menggunakan berbagai bentuk dan teknik. Jika tulisan akan dipublikasikan di surat kabar atau majalah, bentuk tulisan dapat berupa tulisan ilmiah populer ataupun feature. Teknik yang sesuai tentu menggunakan bahasa yang populer, komunikatif, mudah dibaca dan dipahami karena pembaca majalah dan surat kabar kebanyakan adalah orang awam dan memerlukan bacaan yang ringan. Jika pengalaman terbaik akan dilombakan, ikuti teknik dan sistematika yang biasanya sudah dipersyaratkan. Jika dipublikasikan di jurnal ilmiah, ikuti juga sistematika jurnal yang akan memuat tulisan kita. Teknik menulis di jurnal menggunakan bahasa yang baku dan ilmiah, meski tidak harus kehilangan sifat komunikatif. Jika ditulis untuk keperluan penilaian angka kredit jabatan guru (mungkin jabatan fungsional lainnya) harus menggunakan sistematika yang telah diatur dalam petunjuk teknis.
Jika pengalaman akan ditulis dalam bentuk feature, ada baiknya kita mengerti sedikit mengenai konsep dan ciri-ciri feature. Feature adalah tulisan kreatif yang ditujukan untuk memberikan informasi sekaligus menghibur atau menggugah emosi tentang suatu peristiwa atau seseorang. Unsur kreativitas berupa: (a) gaya bertuturnya seperti orang berkisah, (2) deskripsinya lebih detail dan mendalam sehingga menghidupkan imajinasi pembaca tentang suatu peristiwa atau tokoh, (3) alur tulisan lebih variatif, misalnya flashback, alur maju, tidak hanya piramida terbalik sebagaimana berita pada umumnya, (4) mengangkat sisi-sisi humanis, dan (5) bagaimanapun, feature harus mengandung 5W + 1 H.
Feature meliputi: judul, lead (paragraf pembuka), badan tulisan, dan penutup. Judul feature tidak harus menggambarkan secara tersurat isi tulisan, menarik tapi tidak bombastis, memuat inti terpenting dari tulisan. Misalnya, dalam feature catatan perjalanan ke Jepang, untuk menggambarkan betapa bersihnya negeri itu, saya membuat judul “Kota Bersih Tanpa Slogan Kebersihan”.
Unsur kedua, lead. Lead adalah paragraf pertama suatu tulisan. Pembaca memutuskan untuk meneruskan membaca atau tidak suatu tulisan bergantung pada menarik tidaknya lead tulisan. Ada bermacam-macam jenis lead. Antara lain lead deskripsi, lead kutipan, dan lead pertanyaan. Misalnya feature berjudul “Kota Bersih Tanpa Slogan Kebersihan”, menggunakan lead kutipan atau perkataan seseorang:
Pertama kali, kaki mulai menginjak tanah Jepang, satu pesan menantang yang disampaikan Pak Ceppy, guru bahasa Jepang yang membekali kami sebelum berangkat, kembali terngiang. “Silakan bawa lalat Jepang ke sini jika ada! Saya akan mengganti dengan uang seratus ribu untuk setiap lalat!”, begitu beliau berpesan ketika menggambarkan betapa bersihnya Jepang.
Lead pertanyaan atau membuka tulisan dengan pertanyaan dapat membuat pembaca merasa dilibatkan. Pada umumnya lead pertanyaan sukses menarik perhatian pembaca, Contoh: Inginkah Anda bertubuh langsing tanpa mengurangi makan? Siapa pun yang memiliki kelebihan berat badan, namun sulit mengurangi makan, pasti ingin tahu trik yang akan saya berikan.
Setelah membuat lead, kita akan membuat badan tulisan berupa pengalaman atau kejadian secara sistematis. Supaya tidak membosankan, informasi dapat diselingi dengan deskripsi suasana, karakter, atau hal-hal ringan.
Bagian akhir feature adalah penutup atau pemberi kesan terakhir. Penutup feature haruslah menarik. Ada beberapa jenis penutup: (1) penyengat; (2) klimaks, (3) menggantung atau tanpa penyelesaian. Penutup penyengat memberikan kesan mengejutkan. Sebagai contoh, sebuah feature tentang keberhasilan polisi meringkus penjahat ke penjara diakhiri dengan kalimat: Esoknya, sang penjahat berhasil kabur dari penjara.
Penutup klimaks digunakan pada feature yang ditulis secara kronologis dan akhirnya sudah jelas. Sebagai contoh: Akhirnya, saya tidak lagi meminta uang saku pada orang tuaku, bahkan aku mampu membantu uang belanja ibuku satu juta setiap bulan.
Penutup menggantung bisa digunakan untuk hal-hal yang belum selesai, misalnya seorang penemu memperkenalkan temuannya, namun usahanya belum sepenuhnya berhasil. Contoh: Setelah bertahun-tahun Jumadi bereksperimen dengan kompor alternatifnya, akankah pemerintah melirik kompor Jumadi?
Bagaimana jika pengalaman terbaik akan ditulis menjadi karya ilmiah, misalnya bagi profesi guru? Bila naskah akan dilombakan ikuti alur yang dipersyaratkan oleh panitia. Jika pengalaman terbaik akan ditulis untuk kenaikan angka kredit, gunakan kerangka isi berikut.
A. Bagian Awal: terdiri atas halaman judul; lembaran persetujuan; kata pengantar; daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan lampiran; serta abstrak atau ringkasan.
B. Bagian Isi: umumnya terdiri atas beberapa bab, yakni:
1. Bab Pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat.
2. Bab Kajian/Tinjauan Pustaka
3. Bab Pembahasan Masalah yang didukung data berasal dari satuan pendidikannya. cara pemecahan masalah yang menguraikan langkah-langkah atau cara-cara dalam memecahkan masalah, termasuk hambatan-hambatan yang harus diatasi yang dituangkan secara rinci. (Hal yang sangat perlu disajikan pada bab ini adalah keaslian, kejelasan ide/gagasan, dan kecemerlangan ide terkait dengan upaya pemecahan masalah di sekolah/madrasahnya. Uraian ini merupakan inti tulisan Best Practice.
C. Bab Kesimpulan
D. Bagian Penunjang: memuat daftar pustaka dan lampiran data yang digunakan dalam melakukan best practice.
Best Practice memiliki indikator sebagai berikut:
1.    Mengembangkan cara baru yang kreatif, inovatif, efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah dan membawa sebuah perubahan yang hasilnya luar biasa (outstanding result);
2.    Mampu menyelesaikan masalah tertentu dengan cara terbaik;
3.    Mampu menyelesaikan masalah secara berkelanjutan (keberhasilan lestari) atau dampak dan manfaatnya berkelanjutan; dan
4.    Mampu menjadi model “baru” yang menginspirasi orang lain. (Kemendikbud, 2015:4)
Agar menjadi tulisan yang menarik, dalam mengemas best practice perlu memperhatikan beberapa hal (terutama jika dilombakan): (1) membuat judul yang menarik; (2) memulai dengan latar belakang yang menarik dan logis; (3) jangan terlalu banyak membuat kutipan langsung agar lolos uji similaritas; (4) menulis dengan sistematis; (5) menggunakan bahasa yang efektif; (6) sertakan kelengkapan, bukti fisik seperti hasil karya, foto, dll.
Contoh Judul Best Practice Guru (Pemenang Lomba Inobel dan LKIG Nasional):
1.    Pembelajaran Bahasa Jawa melalui Permainan Srampangan-Sadumuk Saunine, Agung Vendi Setyawan, SD Tamanan 2 Kalasan (Srampangan = sabet (lempar), merangkai dan mencari pasangan kartu)
2.    Wayang Robocup untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Baregbeg, Ciamis pada Mata Pelajaran IPS, Nanang Heryanto (Robocup= recycle of bottle and cup).
3.    Alat Peraga L-Square untuk Kegiatan Refleksi Pembelajaran Bahasa Inggris di SMPN 2 Wonosari, Farid Gunawan
4.    Pengembangan Komik Digital Berkarakter dan Berteknologi Kelas XI SMA Negeri 1 Rambang Kuang, Edi Gumuntur
5.    Penerapan Metode ”DIKSI” - Sebuah Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Membacakan Puisi, Murwati Widiani
Contoh Judul Best Practice Kepala Sekolah (Pemenang Lomba Best Practice KS Nasional):
1.    Mewujudkan Metamorfosis SDN 8 Mas melalui Manajemen Keterlibatan Masyarakat Lokal dan Global, Ida Ayu Putu Satyani
2.    Kolaborasi Tigo Tungku Sajarangan di SMPN 5 Padang, Junaidi
3.    Kutu Buku Kom (Karya Tulis Bermutu, Terukur, dan Kompetitif) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Menyelesaikan Masalah di SMA Al-Hikmah Surabaya, Ahmad Fais
4.    Selempang Sasirangan Saudagar Milenial (Produksi Kain Sasirangan oleh Siswa sebagai Bekal untuk menjadi Saudagar di Era Milenial), Herry Fitriyadi
Contoh Judul Best Practice Pengawas Sekolah (Pemenang Lomba Best Practice PS Nasional):
1.    Bimlat Model “SiKecil-Upin” Mempergunakan Pola Warna Kiat Jitu Penyusunan RKAS Berbasis Rapor Mutu pada Sekolah Binaan Pengawas, Tatik Dwi Wahyuni
2.    Pembimbingan Guru dalam Mengupayakan Joyful Learning melalui “Workshop Model Supermovev”, Murwati Widiani (workshop, pemodelan, supervisi, monitoring, evaluasi)
3.    Pembimbingan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi Siswa melalui Gallery Walk Student (GWS), Naziefatussiri Kau
4.    Membangun Karakter Guru yang Pancasilais melalui Pendampingan Penuh “K A S I H”, Sugeng Rohadi.
Setelah membuat judul yang menarik, langkah berikutnya adalah mengawali tulisan dengan pendahuluan yang logis. Misalnya, pendahuluan untuk tulisan berjudul ”Penerapan  Metode ‘DIKSI’ – Sebuah Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Membacakan Puisi” adalah sebagai berikut:
Baca puisi merupakan salah satu kegiatan apresiasi puisi yang berbentuk performansi atau unjuk kerja. Jika dalam membacakan puisi, pembaca menggunakan lafal dan intonasi yang tepat, serta penuh penghayatan, pesan yang ada pada puisi akan dapat diterima dengan baik oleh pendengar. Bahkan pembacaan puisi yang baik mampu menimbulkan efek tertentu bagi pendengar, yakni munculnya berbagai perasaan sesuai dengan isi puisi. Oleh karena itu, pembacaan puisi sering dimanfaatkan dalam berbagai acara untuk mengetuk hati pendengar. Misalnya pada malam amal, acara perpisahan, atau peringatan hari besar tertentu.
            Untuk menjadi pembaca puisi yang baik diperlukan bekal dan latihan secara sungguh-sungguh. Salah satu ajang pembekalan dan pelatihan adalah pembelajaran di kelas. Jadi, pembelajaran membacakan puisi di kelas seharusnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh totalitas, baik oleh siswa sebagai pembelajar maupun oleh guru sebagai kreator proses pembelajaran.   
            Namun demikian, realita yang ada menunjukkan bahwa siswa tidak pernah bersungguh-sungguh jika harus tampil membacakan puisi di kelas, khususnya di SMA Muhammadiyah Pakem. Menurut pengakuan para siswa, ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, ada rasa malu dan tidak percaya diri. Kedua, membaca puisi memang tidak mudah bagi sebagian siswa. Ketiga, mereka menganggap kegiatan tersebut kurang penting dan kurang bermanfaat. ”Untuk apa harus tampil bersungguh-sungguh, toh bukan lomba,” demikian penuturan mereka.
            Jadi, banyak siswa yang  sebenarnya mampu membacakan puisi dengan baik (atau lebih baik), namun karena alasan tersebut, mereka tampil seadanya. Siswa belum menggunakan lafal, intonasi, tekanan, dan artikulasi dengan baik. Mereka juga kurang menghayati isi puisi sehingga tampil tanpa ekspresi. Akhirnya, kompetensi siswa dalam membacakan puisi tidak pernah meningkat. Proses dan hasil pembelajaran baca puisi pun kurang memuaskan.
            Di sisi lain, guru belum mengupayakan strategi pembelajaran yang mampu mengubah sikap dan kebiasaan siswa. Pembelajaran apresiasi puisi belum dikemas menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Guru kurang optimal dalam membentuk kompetensi performansi siswa karena selama ini, hal yang lebih dipentingkan guru adalah kompetensi kognitif.
            Berkaitan dengan hal itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran membacakan puisi. Penerapan metode ”DIKSI” (Diskusi, Aksi, dan Refleksi) merupakan pilihan solusi yang diharapkan mampu mengubah suasana belajar sekaligus mengubah sikap dan kebiasaan siswa yang kurang positif. Dengan penerapan metode ”DIKSI”, diharapkan kualitas proses dan hasil pembelajaran membacakan puisi dapat ditingkatkan.
Apa pun bentuk dan jenis tulisan, dan di mana pun tulisan dipublikasikan akan membawa manfaat bagi diri penulis, keluarga, instansi, dan masyarakat. Dengan menulis, kita akan memiliki kisah, cerita, atau sejarah yang akan dibaca anak cucu kita. Ada kata bijak yang patut kita ingat, “Jangan sampai cucu-cucu kita lebih mengenal kakek dan nenek tetangga daripada mengenal kita hanya karena kakek dan nenek tetangga menulis dan kita tidak.”
Kemampuan menulis merupakan tingkatan literasi yang paling tinggi di antara  seperangkat kemampuan dan keterampilan individu lainnya: membaca, mendengarkan, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Mampu menulis berarti sebelumnya sudah mampu membaca, mendengarkan, dan berbicara. Mau menulis artinya memiliki kesadaran literasi yang tinggi.
Siapa pun mampu menulis asalkan mau dan bersungguh-sungguh. Maka banyak pakar mengatakan, ”Untuk menjadi penulis, ada tiga syarat, yakni menulis, menulis, dan menulis.” Mohammad Fauzil Adhim dengan meyakinkan berkata, “Andaikan dihadapkan kepadaku dua orang penulis, maka aku akan memilih yang paling gigih. Tanpa bakat, orang bisa menjadi penulis hebat. Sementara tanpa kegigihan, seorang penulis berbakat tak berarti apa-apa.” Selamat menulis, selamat menyimpan pengalaman dalam tulisan.
Sumber Tulisan
Kemendikbud. 2015. Pedoman Penulisan Best Practice Pengawas Sekolah dan Guru.
______. 2016. Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru.
______. 2018. Success Story Pengawas Sekolah SMP.
Mohammad Fauzil Adhim. 2005. Inspiring Words for Writers. Yogyakarta: Pro You.
Murwati Widiani. 2006. Penerapan Metode ‘DIKSI’ – Sebuah Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Membacakan Puisi. Naskah Lomba Kreativitas Ilmiah Guru LIPI.
______. 2018. Pembimbingan Guru dalam Mengupayakan Joyful Learning melalui Workshop Model Supermonev. Naskah Lomba Best Practice Pengawas Sekolah Tingkat Nasional.
Sudaryanto. 2010. MengUANGkan Ide, Kaya dari Menulis Artikel. Yogyakarta: Leutika.

*) Murwati Widiani, M.Hum. lahir di Banyumas, 1 Oktober 1963. Menempuh pendidikan SD, SMP, dan SPG di Purwokerto, S1 FPBS Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta, S2 Linguistik Terapan Pascasarjana UNY. Bekerja sebagai Guru Bahasa Indonesia SMA Muh. Pakem tahun 1990 – 2010, menjadi Pengawas SMA tahun 2010 – 2016, dan Pengawas SMP Disdik Sleman tahun 2017 – sekarang. Alamat di Purwodadi, RT 04, RW 02, Pakembinangun, Pakem, Sleman 55582, HP 085228652477,       E-mail: murwati_widiani@yahoo.co.id. FB: Murwati Widiani, IG: Murwatiwidiani.
Menulis karya ilmiah penelitian dan best practice yang didokumentasikan di perpustakaan, dipublikasikan di jurnal ilmiah, dan dilombakan di tingkat nasional. Pernah menjadi Pemenang I Guru Berprestasi Tingkat Nasional 2002, Juara II Lomba Guru Kreatif Jawa Tengah – DIY 2004, Pemenang I Lomba Kreativitas Ilmiah Guru XIV Tingkat Nasional LIPI Tahun 2006, menerima Tanda Kehormatan “SATYALANCANA PENDIDIKAN” (untuk Guru Berprestasi) Tahun 2007, Juara II Pengawas Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2014, Juara II Lomba Best Practice Pengawas Sekolah Tingkat Nasional Tahun 2018. Saat ini sedang belajar menulis novel dan cerpen. Cerpen “Paijo” dipublikasikan bersama 12 penulis dalam Antologi Cerpen Janji Sepohon Jati.


Tidak ada komentar: