MENULIS KARYA ILMIAH GURU
Murwati Widiani
Pengawas Sekolah
Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman
Workshop Penulisan Karya Ilmiah Guru
Kabupaten Sleman
A. Pendahuluan
Sebenarnya, banyak
guru yang sudah melakukan banyak hal yang layak ditulis, didokumentasikan, dan
dipublikasikan. Banyak hal yang dimaksud adalah melaksanakan pembelajaran
aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan dengan menggunakan pendekatan,
media, dan sumber belajar yang menarik. Namun, hal yang dilakukan belum
dimanfaatkan sebagai bahan menulis karya ilmiah. Ada penyebab apa sebenarnya
yang membuat guru belum mau menulis?
Ada tiga alasan yang
biasa disampaikan para guru untuk menjawab pertanyaaan tersebut. Pertama,
alasan waktu (sibuk, banyak pekerjaan dan beban guru); kedua, merasa ragu (tidak
ada motivasi, merasa kurang bermanfaat, belum merasa perlu); dan ketiga, merasa
tidak mampu (tidak berbakat, tidak percaya diri, takut salah, belum tahu cara
menulis, tidak tahu mulai dari mana menulis).
Untuk mengatasi
permasalahan dan perasaan yang sering dialami para guru, dalam tulisan ini akan
dikupas beberapa tips yang diharapkan mampu memberikan motivasi dan solusi.
Pertama, “Jangan jadikan waktu dan kesibukan sebagai alasan tidak menulis”.
Kedua, “Yakinlah bahwa menulis sangat bermanfaat”. Ketiga, “Cara menulis karya
tulis ilmiah”.
B. Jangan Jadikan Waktu dan Kesibukan sebagai Alasan Tidak
Menulis
Benarkah waktu dan kesibukan seseorang adalah penyebab orang tersebut
tidak menulis? Salah besar. Bukankah para penulis, wartawan,
kolumnis, guru yang memiliki hobi menulis untuk dilombakan atau dikirim ke
media massa adalah orang-orang yang sibuk? Bahkan pernyataan terakhir meski
belum pernah diteliti, guru-guru dengan kategori seperti itu adalah orang-orang
yang memiliki tugas dan kesibukan melebihi guru pada umumnya.
Dengan demikian, pikiran bahwa saya tidak menulis karena saya sibuk dan
banyak pekerjaan harus dibuang jauh-jauh mulai sekarang. Jika sudah,
berpikirlah bahwa jika saya menyempatkan menulis di tengah kesibukan, pastilah
saya akan memiliki tulisan. Cobalah. Ada pepatah yang mengatakan “Serahkanlah
pekerjaan pada orang-orang yang sibuk, niscaya pekerjaan itu akan segera
terselesaikan”. Apa makna pepatah itu? Orang bisa sibuk itu karena dia mampu
melakukan banyak hal, mampu membuat manajemen
waktu dengan baik, dan memiliki etos kerja yang baik. Sebaliknya, orang
yang lebih banyak menganggur atau melakukan pekerjaan yang kurang bermanfaat,
karena kebiasaannya cenderung tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Sempatkan untuk menulis, misalnya waktu malam saat terbangun, saat
menunggui putra-putrinya mengikuti kegiatan tertentu, atau kapan pun ada waktu
luang. Kurangi kegiatan yang kurang bermanfaat. Misalnya, tenggelam dalam
komunitas media sosial berkepanjangan, “bermain”, atau apa pun kegiatan yang
cukup menghabiskan waktu, namun kurang bermanfaat. Kita semua pasti memahami
kebiasaan kita masing-masing atau orang-orang di sekitar kita. Mulai saat ini,
hilangkan kebiasaan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Tukarkan waktu itu dengan kegiatan menulis.
C. Yakinlah bahwa
Menulis Sangat Bermanfaat
Berpikir paling sederhana tentang manfaat menulis, setidaknya sebuah
tulisan akan dapat dibaca, dinikmati, atau dimanfaatkan pembaca, anak cucu
kita, bahkan setelah kita sudah tidak ada karena usia sebuah karya pastilah
lebih tua dari pada usia pemiliknya. Sebuah tulisan juga akan menyimpan
kenangan, kejadian, pengalaman, dan informasi yang bermanfaat, baik bagi
penulis maupun pembaca.
Menulis karya
ilmiah akan memberikan banyak manfaaat. Menurut Sikumbang (1981) dalam Zaenal Arifin
(2008: 4), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut,
yang intinya adalah sebagai berikut.
1. Penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca
yang efektif karena sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti membaca dahulu
kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang akan dibahas.
2. Penulis akan terlatih menggabungkan hasil bacaan dari
berbagai buku sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat
pemikiran yang lebih matang.
3. Penulis akan berkenalan dengan kegiatan kepustakaan,
seperti mencatat bahan bacaan dalam katalog pengawang atau katalog judul buku.
4. Penulis akan dapat meningkatkan keterampilan dalam
mengorgani-sasikan dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis
5. Penulis akan memperoleh kepuasan intelektual.
6.
Penulis turut
memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.
Sudaryanto (2009:12) mengatakan bahwa
menulis itu kegiatan yang multimanfaat. Menulis itu dapat mendatangkan poin dan
juga koin. Sekurangnya ada tiga manfaat menulis: (1) manfaat psikologis, (2)
manfaat sosiologis, dan (3) manfaat ekonomis. Jika dimaknai secara ringkas,
manfaat psikologis adalah manfaat yang berkaitan kepuasan batin. Manfaat
sosiologis artinya sebuah tulisan adalah jembatan antara penulis dan
masyarakat. Orang dapat memberi pelajaran, memberikan kritik sosial pada
masyarakat melalui sebuah tulisan. Adapun manfaat ekonomis tentu saja menulis
mampu menghidupi seseorang, bahkan bisa membuat orang menjadi kaya raya.
Bagi
seorang guru profesional, kegiatan menulis merupakan bentuk kegiatan pengembangan
keprofesian yang wajib dilakukan. Selain untuk memenuhi kewajiban, guru yang
menulis akan memiliki nilai plus dan mampu menjadi figur atau teladan bagi
peserta didik, khususnya dalam kegiatan literasi. Selain itu, tulisan guru juga
dapat dimanfaatkan sebagai naskah lomba, bahan tulisan di majalah atau jurnal
ilmiah yang tentu akan menambah pengalaman profesional. Dengan menulis, guru
yang berstatus PNS akan memperoleh kenaikan pangkat.
Dengan
meyakini betapa besarnya manfaat menulis, kita akan memperoleh motivasi dan
semangat menulis. Dengan modal itulah, separoh keberhasilan sudah diraih.
D.
Cara Menulis Karya Ilmiah
Seperti dikutip Sudaryanto (2009: 48), ada pernyataan yang sangat
menarik, “Andaikan dihadapkan kepadaku dua orang penulis, maka aku akan memilih
yang paling gigih. Tanpa bakat, orang bisa menjadi penulis hebat. Sementara
tanpa kegigihan, seorang penulis berbakat tak berarti apa-apa (Mohammad Fauzil
Adhim, “Inspiring Words for Writers”,
2005).
Asul Wiyanto & Mustakim (2012: 33-34) memberikan
langkah-langkah yang harus dilakukan seorang calon penulis, yaitu: (1) harus
memiliki niat yang kuat untuk menulis, (2) harus banyak belajar dan berlatih,
(3) harus banyak membaca tulisan yang sudah ada. Tiga hal itulah yang membuat
calon penulis merasakan lancar dalam menulis.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kunci sukses
menulis bukanlah bakat melainkan kesungguhan. Sebuah ungkapan penyemangat
berbahasa Arab berbunyi “Manjadda wajada”,
‘siapa yang bersungguh-sungguh dialah yang akan berhasil’. Dengan demikian,
tidak ada lagi alasan tidak menulis karena merasa tidak berbakat, tidak percaya diri, dan takut salah.
Jika orang tidak
menulis karena belum tahu cara menulis atau tidak tahu mulai dari mana menulis,
inilah saatnya belajar cara menulis, membuat karya ilmiah, dan memulai menulis.
Langkah awal yang perlu
dilakukan adalah menentukan jenis tulisan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan.
Guru yang akan menulis karya ilmiah seyogyanya memahami jenis-jenis karya
ilmiah (dalam Permeneg Pan & RB Nomor 13 Tahun 2010 disebut sebagai
publikasi ilmiah), jika menulis bertujuan untuk mengajukan kenaikan pangkat.
Guru di bawah golongan III/d dapat memilih jenis publikasi ilmiah apa pun
karena belum memiliki kewajiban menulis karya ilmiah tertentu. Mulai golongan
III/d guru minimal wajib memiliki 1
laporan hasil penelitian. Guru dengan golongan IV/a dan IV/b,
selain harus memiliki minimal 1 laporan hasil
penelitian, mereka juga wajib menulis 1 artikel di jurnal ber-
ISSN, dan seterusnya.
Dengan peraturan
tersebut, hal penting yang perlu dibahas di sini adalah memahami jenis karya
ilmiah hasil penelitian dan artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah ber-ISSN. Hal
ini disebabkan oleh kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang
sudah lama tidak naik pangkat di Kabupaten Sleman atau mungkin di seluruh Indonesia
adalah guru dengan golongan IV/a.
Penelitian
Tindakan Kelas
Karya tulis pertama
adalah laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian yang paling sesuai
untuk guru adalah laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebelum dibahas
bagaimana melaksanakan dan melaporkan PTK, perlu dibahas konsep dan
karakteristik PTK.
Ada
beberapa pengertian tentang PTK yang dikemukakan para ahli. Menurut Kemmis (via
Sukamto, 2000:6) penelitian tindakan merupakan sebuah inkuiri yang bersifat
reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi sosial termasuk
kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasionalitas dari (a)
praktik-praktik sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman terhadap praktik-praktik tersebut, (c)
situasi pelaksanaan praktik-praktik pembelajaran.
Suharjono
(2008) mengemukakan bahwa PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan
tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar
yang terjadi di kelas. PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di
dalam kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang
terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk
memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal
tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan.
Iskandar (2013:213)
menyatakan bahwa penelitian tindakan (termasuk PTK) dapat diartikan sebagai
suatu bentuk investigasi reflektif partisipatif, kolaboratif dengan model siklus,
yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan sistem, metode kerja, proses,
isi kompetensi, dan situasi. Dengan kata lain PTK merupakan penelitian yang
dilakukan guru atas hasil refleksi, dilakukan dengan berkolaborasi dan
bersiklus (berulang-ulang), dan bertujuan untuk memperbaiki sistem, metode,
proses, kompetensi (prestasi siswa), dan situasi.
”The method of action research involves a self-reflective
spiral of planning, acting, observing, reflecting, and re-planning.” (McNiff,
1988:7). Pada pelaksanaan PTK, guru terus-menerus mengadakan refleksi,
merencanakan tindakan, dan melaksanakan tindakan pada tahap berikutnya. Oleh
sebab itu, PTK merupakan proses bersiklus, setiap siklusnya terdiri atas empat
tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Dari konsep tersebut dapat dikatakan bahwa PTK
berawal dari kesadaran guru akan adanya permasalahan di kelas, kemudian guru
berusaha mencari solusi, merancang dan menerapkan solusi (memberi tindakan),
mengamati penerapan solusi, menemukan kekurangan, kembali menyusun rancangan
tindakan yang diperbaiki, dan seterusnya. Itulah sebabnya dalam PTK harus ada
siklus. Banyaknya siklus tergantung pada ketercapaian keberhasilan tindakan
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. PTK minimal terdiri atas dua siklus.
PTK
memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis penelitian yang lain. Supardi &
Suhardjono (2013: 24) mengemukakan keunikan PTK dibandingkan dengan penelitian
pada umumnya, antara lain sebagai berikut.
1. PTK merupakan kegiatan yang tidak saja berupaya
memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari dukungan ilmiah atas pemecahan
masslah tersebut.
2. Kegiatan yang dilakukan melalui PTK harus tertuju pada
peningkatan mutu siswa.
3. PTK merupakan bagian penting dari upaya pengembangan
profesi guru melalui aktivitas berpikir kritis dan sistematis serta
membelajarkan guru untuk menulis dan membuat catatan. Dengan kegiatan PTK harus
ada peningkatan mutu proses pembelajaran.
4. Persoalan dipermasalahkan dalam PTK bukan dihasilkan dari
kajian teori atau dari penelitian terdahulu, tetapi berasal dari permasalahan
nyata dan aktual dalam pembelajaran di kelas.
5. Pemberian tindakan harus dilakukan oleh guru yang
bersangkutan, tidak boleh minta bantuan guru lain.
Dengan memahami konsep
dan ciri-ciri PTK diharapkan guru dapat merancang dan melaksanakan PTK sesuai
dengan konsep yang benar. Dalam laporan yang dibuat guru, sering dijumpai
laporan PTK yang ternyata berupa penelitian eksperimen, misalnya penelitian
yang bertujuan menguji efektivitas sebuah metode. Seharusnya, dalam PTK, guru
menggunakan suatu metode untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah
melaksanakan PTK adalah merancang kegiatan PTK, melaksanakan PTK sesuai dengan
rancangan, dan melaporkan hasil pelaksanaan PTK dalam bentuk karya tulis ilmiah
hasil penelitian.
1.
Merancang PTK
Hal pertama yang harus dilakukan dalam
merancang PTK adalah menetapkan fokus masalah penelitian. Ada empat langkah
yang harus dilakukan dalam tahap ini.
1. Merasakan Adanya Masalah
Banyak guru yang mungkin bertanya
bagaimanakah memulai PTK.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, guru harus memiliki perasaan tidak puas
terhadap praktik pembelajaran yang dilakukannya. Jika guru merasa selalu puas,
meskipun sebenarnya masih sangat benyak kekurangan dan hambatan dalam proses
pengelolaan, sulit kiranya bagi guru untuk memiliki inisiatif memulai PTK.
Oleh karena itu, agar guru dapat
mempraktikkan PTK, ia dituntut untuk berkata jujur terutama pada dirinya
sendiri untuk mengakui bahwa masih ada kekurangan dalam proses pembelajran yang
dikelolanya. Dengan kata lain, guru harus merefleksi, merenung, serta berpikir
balik mengenai apa saja yang telah dilakukannya dalam proses pembelajaran dalam
rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang mungkin ada.
Untuk membantu merasakan adanya masalah,
guru dapat mengajukan pertanyaan: Apakah kompetensi awal siswa yang mengikuti
pembelajaran cukup memadai? Apakah proses pembelajaran yang dilakukan sudah
cukup efektif? Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas? Jika pertanyaan-pertanyaan
tersebut dijawab dengan jujur, akan muncul masalah yang dapat dijadikan pijakan
awal untuk merancang PTK karena pada dasarnya tidak ada satu pun di antara keadaan
guru, siswa, atau kelas yang sempurna.
2. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini, guru berusaha menghasilkan
gagasan-gagasan awal mengenai permasalahan awal yang ada dalam
pembelajaran. Masalah tersebut dapat berkaitan dengan pengelolaan kelas
dan iklim belajar, proses pembelajaran, perkembangan personal, dan
hasil belajar. Tiap-tiap kelompok tersebut dapat
dijabarkan ke dalam tema-tema yang lebih operasional.
Cara melakukan identifikasi masalah dapat
menggunakan langkah berikut:
1) Menuliskan semua hal yang dirasakan memerlukan perhatian
dan kepedulian karena akan berdampak kurang baik,
terutama yang terkait dengan pembelajaran.
2) Pilahkan dan
klasifikasikan masalah menurut jenis/bidang permasalahannya, jumlah siswa
yang mengalami, dan tingkat frekuensi timbulnya masalah
3) Urutkan dari yang ringan, jarang terjadi, dan banyaknya
siswa yang mengalami permasalahan yang teridentifikasi
4) Ambil 3-5 masalah
dan konfirmasikan dengan guru mata pelajaran yang sama atau serumpun.
5) Jika yang dirumuskan ternyata mendapat konfirmasi (diakui
sebagai masalah yang urgen untuk dipecahkan), masalah tersebut
patut diangkat sebagai calon masalah PTK.
3. Analisis Masalah
Analisis
masalah dilakukan untuk mengetahui proses tindak lanjut perbaikan atau solusi
yang akan diambil. Analisis masalah adalah kajian terhadap permasalahan dilihat
dari segi kelayakannya. Sebagai acuan, dapat diajukan pertanyaan berikut.
1) di mana konteks, situasi atau iklim masalah terjadi
2) kondisi prasarat apakah yang menimbulkan terjadinya
masalah
3) bagaimanakah keterlibatan komponen, aktor dalam
terjadinya masalah
4) adakah alternatif solusi yang dapat diajukan
5) apakah pemecahan masalah yang akan diambil memerlukan
durasi waktu yang tidak terlalu lama
Analisis
masalah digunakan untuk merancang rencana tindakan, baik dalam bentuk
spesifikasi tindakan, keterlibatan aktor yang berkolaborasi, waktu dalam satu
siklus, identifikasi indikator keberhasilan tindakan, dan solusi yang diajukan.
4. Menentukan Judul PTK
Setelah
masalah dianalisis, peneliti dapat menentukan judul PTK. Judul PTK biasanya
mencerminkan adanya permasalahan,
tujuan, solusi untuk memecahkan permasalahan,
dan setting. Membuat judul PTK untuk dilaporkan pada lembaga atau untuk diajukan dalam penilaian angka kredit dan untuk dijadikan naskah lomba memiliki perbedaan.
Sebagai laporan cukup dibuat dengan bahasa yang lugu, tetapi sebagai naskah
lomba, judul PTK sebaiknya dibuat menarik, inovatif, dan provokatif (mengundang minat baca).
Contoh judul PTK mata
pelajaran Olahraga adalah:
Upaya
Peningkatan Pembelajaran Lempar Lembing dengan Pemberian Model Bermain Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 1 Tempel (Skripsi
- Danang Pujo Broto)
Dari judul tersebut
dapat dianalisis bahwa permasalahan
yang ada adalah pembelajaran lempar lembing yang belum maksimal. Solusi yang diambil peneliti adalah
dengan pemberian model bermain. Tujuan
yang hendak dicapai adalah untuk meningkatkan (kualitas) pembelajaran, baik
dari komponen proses maupun hasil. Adapun setting yang menjadi subjek
penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tempel.
Judul PTK untuk dilombakan biasanya dibuat lebih menarik, terkadang lebih
singkat dengan menghilangkan setting.
Untuk memperoleh gambaran berbagai judul PTK, berikut ini dikemukakan contoh-contoh judul PTK yang pernah masuk
final di Lomba Kreativitas
Ilmiah Guru (LKIG) Tingkat Nasional:
1) Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
dengan Permainan Sulap Matematika –
Soleh Mawardi, SMP 1 Ngajum, Malang
2) Peningkatan Pemahaman Konsep Listrik Statis melalui Miako – Gufron, SMPN 2 Tanggul, Jember
3) “Dari ‘Samdesing’ hingga Tepuk Tangan” Upaya Meningkatkan
Kompetensi Mendongeng melalui Penerapan Strategi “BABAK” – Sutrisno, SMP 1
Tepus, GK
4) Mengantarkan Siswa Menggapai Bintang Panggung Sastra
dengan Menerapkan Teknik Kolase – Basuki, SMP 21 Malang
5)
Penerapan
Metode “DIKSI”, Sebuah Upaya Meningkatkan Kulitas Pembelajaran Membacakan Puisi – Murwati Widiani, SMA
Muh. Pakem
6)
Penerapan Model Pembelajaran TANDUR untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Ekonomi
Siswa Kelas XA di SMA Negeri 1 Godean – Tri Ismiyati, M.Pd., SMA Negeri 1 Godean.
5. Merumuskan Masalah
Selanjutnya,
masalah-masalah yang telah diidentifikasi dan dianalisis,
dirumuskan secara jelas, spesifik, dan
operasional. Perumusan masalah yang jelas akan memungkinkan peluang untuk
pemilihan tindakan yang tepat. Rumusan masalah
biasanya berbentuk kalimat pertanyaan, walaupun boleh juga berupa pernyataan.
Contoh rumusan masalah:
1) Bagaimanakah pelaksanaan model bermain pada pembelajaran lempar lembing?
2) Bagaimanakah peningkatan kualitas proses belajar siswa dalam
pembelajaran lempar lembing setelah diberikan model bermain?
3) Bagaimanakah peningkatan kompetensi lempar lembing siswa setelah
diberikan model bermain?
6. Merencanakan Tindakan
Setelah
fokus masalah penelitian ditetapkan, kegiatan tahap berikutnya adalah
merencanakan tindakan. Kegiatan ini meliputi dua hal, yakni formulasi hipotesis
tindakan dan persiapan tindakan.
1) Formulasi Hipotesis Tindakan
Hipotesis
tindakan adalah dugaan terhadap perubahan yang akan terjadi setelah suatu
tindakan dilakukan. Hipotesis tindakan umumnya dirumuskan dalam bentuk
keyakinan tindakan yang diambil akan dapat memperbaiki sistem, proses, atau
hasil. Contoh hipotesis tindakan:
a) Jika model bermain
diberikan pada pembelajaran lempar lembing, kualitas proses belajar siswa akan meningkat.
b) Jika model bermain
diberikan, kompetensi lempar lembing siswa akan meningkat.
Kalimat hipotesis tersebut dapat juga
dirumuskan dengan kalimat berikut:
a) Dengan pemberian model bermain pada pembelajaran lempar
lembing, kualitas proses belajar siswa
akan meningkat.
b) Setelah diberikan model bermain pada pembelajaran lempar
lembing, kualitas proses belajar siswa meningkat.
2) Persiapan Tindakan
Hal-hal yang harus dilakukan dalam
persiapan tindakan adalah:
a) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan
langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran (sama
dengan langkah-langkah pembelajaran dalam RPP).
b) Mempersiapkan sarana dan
media pembelajaran yang mendukung terlaksananya
tindakan.
c) Mempersiapkan instrumen penelitian, seperti lembar
observasi, kuisioner, angket, pertanyaan wawancara,
soal tes, dsb.
d) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan
2.
Melaksanakan PTK
Melaksanakan PTK adalah melaksanakan
tindakan yang sudah direncanakan, melakukan observasi dan interpretasi, serta
menganalisis data, evaluasi, dan refleksi.
- Melaksanakan Tindakan
Melaksanakan
tindakan pada hakikatnya adalah melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
rancangan pembelajaran yang telah dipersiapkan. Sesuai dengan skenario
pembelajaran, guru dan siswa mengikuti langkah-langkah kegiatan pembelajaran.
Pada kegiatan ini, guru didampingi oleh kolaborator yang bertindak sebagai
observator.
- Observasi dan Interpretasi
Secara umum, observasi merupakan upaya
untuk merekam proses yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Kegiatan
observasi dilakukan oleh guru yang bersangkutan dan kolaborator. Guru dapat
menggunakan catatan harian sebagai alat untuk mencatat hal-hal penting yang
terjadi dalam proses pembelajaran. Adapun kolaborator dapat menggunakan lembar
observasi. Lembar observasi dapat dibuat dengan kolom-kolom yang berisi
kegiatan guru dan siswa, serta
frekuensi. Namun, dapat juga berupa lembar kosong yang dapat digunakan untuk
mencatat semua kejadian, perilaku siswa dan guru, dan semua temuan yang penting, baik
positif maupun negatif. Kegiatan observasi dilanjutkan dengan diskusi setelah
pelaksanaan tindakan.
- Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi
Analisis
data, baik berupa data kuantitatif (angka atau nilai) maupun kualitatif dari
hasil pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu
reduksi data, paparan data, dan penyimpulan hasil analisis. Reduksi data adalah
proses penyederhanaan data yang dilakukan melalui seleksi, pengelompokan, dan pengorganisasian data
mentah menjadi sebuah informasi bermakna. Paparan data merupakan upaya untuk
menampilkan data secara jelas dan mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif,
tabel, grafik, atau bentuk paparan lainnya yang dapat memberikan gambaran jelas
tentang proses dan hasil tindakan. Penyimpulan merupakan pengambilan intisari
dari sajian data yang telah terorganisasi dalam bentuk pernyataan atau kalimat
singkat, padat, dan bermakna.
Hasil
analisis dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang
dicapai. Guru dan kolaborator dapat menggunakan kriteria keberhasilan
pencapaian pada siklus. Indikator dalam kriteria dapat berwujud pernyataan kuantitatif
dan atau kualitatif. Misalnya indikator keberhasilan kuantitatif
dinyatakan dengan ”Hasil belajar siswa dinyatakan
meningkat jika 85% siswa meraih nilai 75”.
Indikator kualitas misalnya ”Proses belajar dikatakan meningkat jika 95% siswa terlibat dalam proses pembelajaran”.
Kegiatan refleksi
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang belum tercapai, mengapa
demikian, apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan untuk
memperbaiki rancangan tindakan pada siklus berikutnya.
3.
Menulis Laporan PTK
Alur
sebuah penelitian pada akhirnya bermuara pada pembuatan laporan penelitian.
Oleh sebab itu, laporan penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam
penelitian. Laporan merupakan pertanggungjawaban peneliti terhadap ilmu yang
digelutinya. Jika penelitian dilakukan dengan dukungan dana dari sponsor,
laporan juga merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap lembaga atau badan
sponsor yang mendukung penelitiannya (Leo Idra Ardiana, 2003:48).
Laporan
PTK dapat beragam bentuk dan formatnya sesuai dengan gaya selingkungnya atau
apa yang diinginkan lembaga, badan sponsor, atau instansi yang mengadakan
lomba, jika laporan PTK dilombakan. Untuk
laporan haasil penelitian yang akan dinilaian angka kreditnya, susunlah sesuai dengan
Buku Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, sebagai berikut.
|
Bagian Awal:
·
halaman judul;
·
lembaran
persetujuan;
·
kata pengantar;
·
daftar isi,
·
daftar tabel,
daftar gambar, dan lampiran;
·
abstrak atau
ringkasan.
|
|
Bagian Isi:
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN/TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL DAN DISKUSI HASIL KAJIAN
BAB V KESIMPULAN
DAN SARAN
|
|
Bagian Penunjang:
·
Daftar Pustaka
·
Lampiran-lampiran
(instrumen yang digunakan, RPP, contoh hasil kerja siswa, contoh isian
instrumen, foto kegiatan, surat ijin penelitian, dan dokumen lain yang
menunjang keaslian PTK).
|
Bagian penting yang perlu diperhatikan dari bagian
awal laporan adalah abstrak. Abstrak merupakan bentuk ringkas dari penelitian.
Biasanya terdiri atas tujuan penelitian, metode yang digunakan, dan hasil
penelitian. Abstrak ditutup dengan kata kunci (key words) yang biasanya terdiri atas tiga atau empat kata yang
esensial. Suherli (2007) mengemukakan bahwa abstrak yang bagus hanya terdiri
atas 300 kata, namun dapat menyajikan esensi karya tulis ilmiah secara menyeluruh.
Bagian Isi laporan PTK dari Bab I sampai dengan Bab V beserta rinciannya dapat
dijelaskan sebagai berikut.
|
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan
D. Kemanfaatan Hasil Penelitian
|
Latar
Belakang Masalah berisi paparan kondisi ideal yang seharusnya, dipertentangkan
dengan kondisi nyata yang terjadi di kelas. Paparan
dilanjutkan dengan solusi yang diambil atau
pilihan tindakan yang ditetapkan.
Perumusan Masalah berisi
masalah PTK yang telah dipilih, disajikan secara lugas dan jelas.
Perumusan masalah pada umumnya berupa kalimat pertanyaan. Rumusan
masalah tidak sama dengan masalah yang terdapat pada latar belakang masalah.
Rumusan masalah menjadi pedoman atau rujukan yang akan dijawab pada Bab IV Hasil
dan Diskusi Hasil Kajian, dan Bab V Kesimpulan dan Saran.
Tujuan menyatakan target penelitian yang akan dicapai. Banyaknya
tujuan penelitian tidak harus sama dengan banyaknya masalah dalam rumusan
masalah.
Manfaat
Penelitian menjelaskan kegunaan
penelitian, baik yang bersifat teoretis
maupun praktis. Manfaat dapat dilihat dari sudut siswa,
guru, sekolah, atau teman sejawat.
|
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
B. Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Pikir
D. Perumusan Hipotesis Tindakan
|
Landasan
Teori, berisi ringkasan dan tinjauan teori-teori
yang berhubungan dengan masalah atau variabel yang diteliti. Misalnya, untuk
judul PTK “Penerapan Metode ‘DIKSI’ sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Membacakan Puisi”, maka dalam landasan teori harus ada
Pembelajaran Membacakan Puisi dan Dasar teori metode ”DIKSI” (diskusi, kolaborasi, dan aksi/lomba). Dasar teori metode “DIKSI” misalnya: (1) teori belajar sosial, (2) cooperatif
learning, (3) pembelajaran kontekstual,
(4) kuantum learning, dan (5) teori
belajar yang menyenangkan. Landasan teori berfungsi sebagai dasar argumentasi dalam
mengkaji permasalahan, dasar untuk mendapatkan jawaban yang diandalkan, dan
sebagai alat yang membantu memecahkan masalah.
Penelitian
yang Relevan (jika ada) berisi penelitian terdahulu yang terkait dengan tindakan
yang dipilih pada PTK. Dalam PTK, penelitian yang relevan
berfungsi untuk memantapkan atau meyakinkan bahwa PTK yang dilakukan akan
berhasil.
Kerangka
Pikir berisi gambaran pola hubungan antara latar
belakang dan teori-teori yang dikemukakan. Kerangka pikir juga merupakan
kerangka konseptual yang akan digunakan untuk memecahkan masalah yang diteliti,
disusun berdasarkan kajian teoretis yang telah dilakukan. Kerangka pikir
merupakan pendapat dan pandangan penulis terhadap teori yang dikemukakan.
Hipotesis
Tindakan berisi rumusan dugaan sementara terhadap keberhasilan tindakan yang dilakukan. Hipotesis dirumuskan secara singkat, lugas, dan jelas
yang dinyatakan dalam kalimat pernyataan. Hipotesis dalam PTK merupakan
keyakinan akan keberhasilan jika sebuah tindakan dilakukan.
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
B. Prosedur Penelitian
C. Teknik
Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
D. Teknik Analisis Data
E. Kriteria Keberhasilan Tindakan
|
Setting
Penelitian berisi tempat dan waktu PTK dilakukan, menjelaskan
di kelas berapa, SMP
mana, dan kapan penelitian dilakukan (misalnya semester 1 tahun pelajaran 2016/2017).
Prosedur
Penelitian berisi langkah-langkah PTK, yakni terdiri
atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pada bagian ini dijelaskan juga tentang adanya siklus
yang merupakan bagian yang khas dari PTK.
Teknik
Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian menjelaskan cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data,
proses pengumpulan data, dan instrumen yang
digunakan. Teknik
yang sering digunakan dalam PTK adalah observasi, wawancara, pemberian angket,
dan pemberian tes. Instrumen yang digunakan disesuaikan dengan teknik
pengumpulan data, misalnya lembar observasi, pedoman wawancara, angket, dan
tes.
Teknik
Analisis Data berisi berbagai teknik analisis yang dipilih beserta alasannya.
Misalnya teknik analisis data kualitatif, yakni mendeskripsikan data, menafsirkan, dan
menyimpulkan dengan pernyataan-pernyataan, bukan dengan
angka.
Kriteria
Keberhasilan Tindakan merupakan bagian yang khas yang harus ada dalam PTK. Bagian ini berisi ukuran atau indikator yang ditetapkan untuk
menentukan keberhasilan tindakan yang dilakukan. Indikator
meliputi indikator kuantitas atau yang berhubungan dengan angka/nilai dan
indikator kualitas atau yang berhubungan dengan pernyataan untuk menyatakan
sebuah keberhasilan proses.
|
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
HASIL KAJIAN
A. Hasil Penelitian
1. Kondisi Awal Pratindakan
2. Pelaksanaan Tindakan
a.
Pelaksanaan Tindakan Siklus
I
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
B. Pembahasan
|
Hasil
Penelitian, berisi informasi awal kondisi siswa atau
kelas sebelum dilakukan tindakan, misalnya bagaimana kemampuan siswa dalam
membacakan puisi, minat dan motivasi belajar siswa terhadap materi
puisi, metode yang selama ini diterapkan guru, dan sebagainya. Pelaksanaan
tindakan tiap-tiap siklus terdiri atas perencanaan, implementasi tindakan,
observasi, dan refleksi. Perencanaan menjelaskan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan guru dalam merencanakan tindakan sesuai dengan permasalahan yang
diajukan. Pelaksanaan berisi uraian tentang langkah-langah yang dilakukan guru dan siswa. Bagian
observasi menjelaskan proses dan hasil observasi, interpretasi hasil
observasi untuk menentukan keberhasilan
tindakan. Bagian refleksi berisi hal-hal yang belum tercapai/berhasil, mengapa
demikian, dan apa yang harus dilakukan pada tahap berikutnya.
|
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
|
Simpulan berisi ringkasan hasil penelitian yang dirinci
menurut rumusan msalah pada Bab Pendahuluan. Dengan demikian, simpulan yang
ditulis tidak melebar ke masalah di luar penelitian.
Saran merupakan pernyataan yang dirumuskan peneliti
sebagai tindak lanjut dari simpulan yang dirumuskan. Saran dapat ditujukan
untuk siswa, sekolah, guru sejawat, atau pada peneliti selanjutnya.
Artikel Ilmiah di
Jurnal Ber-ISSN
Artikel ilmiah atau
lengkapnya artikel ilmiah dalam bidang pendidikan adalah tulisan yang berisi
gagasan atau tinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran di
satuan pendidikan yang dimuat di jurnal ilmiah (Kemendiknas,2010:29).
Ada dua kata kunci yang dapat digarisbawahi dari definisi tersebut. Pertama, isi artikel ilmiah haruslah
berupa gagasan atau tinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan
pembelajaran di satuan pendidikan. Kedua, tulisan itu harus dimuat di media
berbentuk jurnal ilmiah.
Sebelum membahas isi artikel
ilmiah, kita harus tahu terlebih dahulu konsep tentang jurnal ilmiah. Menurut wikipedia jurnal ilmiah merupakan salah satu jenis jurnal akademik di mana penulis (umumnya peneliti)
mempublikasikan artikel ilmiah yang biasanya memberikan kontribusi terhadap
teori atau penerarapan ilmu. Untuk memastikan kualitas ilmiah pada artikel yang
diterbitkan, suatu artikel biasa diteliti oleh rekan-rekan sejawatnya dan
direvisi oleh penulis, hal ini dikenal sebagai peer review (review
oleh orang-orang yang lebih berkompeten).
Nabih
Bawazir menulis pengertian jurnal berdasarkan versi lain, yaitu jurnal adalah
terbitan berkala yang berbentuk majalah yang berisi bahan ilmiah yang
diterbitkan untuk orang-orang dengan minat khusus (misal: matematika). Awalnya, jurnal
dalam bentuk buku, namun seiring berkembangnya teknologi informasi, jurnal kini
juga diterbitkan
dalam bentuk elektronik, atau lebih dikenal dengan nama e-Journal. Jurnal biasanya diterbitkan 2-3 kali dalam setahun, untuk jurnal
besar biasanya bisa lebih (www.nabihbawazir.com).
Menurut Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru Pembelajar, artikel ilmiah termasuk salah satu bentuk tulisan wajib yang
harus ada ketika seorang guru mengajukan angka kredit untuk kenaikan pangkat
dari golongan IV/a ke atas. Dengan kata lain, jika seorang guru bergolongan
IV/a ingin naik pangkat ke IV/b, dia harus memiliki minimal satu kegiatan
publikasi ilmiah berupa artikel ilmiah atau artikel yang dimuat di jurnal
ber-ISSN. Oleh karena itu, sangatlah perlu seorang guru belajar untuk memahami,
berlatih, dan berupaya menulis artikel ilmiah dan mengirimkannya ke jurnal
ilmiah.
Artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah ber-ISSN
dapat berupa Laporan Hasil Penelitian, atau Tinjauan Ilmiah/Best Practice di Bidang Pendidikan.
Bentuk dan sistematika artikel ilmiah tentu saja mengikuti gaya selingkung
jurnal yang kita pilih. Namun, disarankan memilih jurnal yang sistematikanya
tidak terlalu berbeda dengan pedoman yang berlaku. Jika berasal dari laporan
hasil penelitian (PTK), sistematikanya mengikuti laporan PTK. Jika berupa tinjauan ilmiah di bidang pendidikan sekurang-kurangnya
memuat komponen berikut (Pedoman Penilaian Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guna Mendukung Pengembangan Profesi Guru Pembelajar/PPGP, 2016).
|
Bagian Awal: Judul, Abstrak
1.
Bab Pendahuluan yang
menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah.
2. Bab Kajian Teori/Tinjauan Pustaka
3.
Bab Pembahasan Masalah yang
didukung data-data yang ada di satuan pendidikannya. Yang sangat perlu
disajikan pada bab ini adalah kejelasan ide atau gagasan asli si penulis yang
terkait dengan upaya pemecahan masalah di satuan pendidikannya (di
sekolahnya).
4.
Bab Simpulan
Bagian Penunjang: Daftar Pustaka
|
Jika berupa Best Practice, sistematikanya sebagai berikut.
|
Bagian Awal: judul dan abstrak atau ringkasan
1. Bab Pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat
2. Bab Kajian/Tinjauan Pustaka
3. Bab Pembahasan Masalah yang didukung data berasal dari satuan
pendidikannya. Cara pemecahan masalah yang menguraikan langkah-langkah atau
cara-cara dalam memecahkan masalah, termasuk hambatan hambatan yang harus
diatasi yang dituangkan secara rinci. (Hal yang sangat perlu disajikan, pada
bab ini, adalah keaslian, kejelasan ide/gagasan, dan kecemerlangan ide
terkait dengan upaya pemecahan masalah di sekolah/madrasahnya. Uraian ini
merupakan inti tulisan Best Practice.
4. Bab Kesimpulan.
Bagian Penunjang: daftar pustaka
|
Dari dua sistematika
tersebut, persamaan dari kedua bentuk karya ilmiah tersebut adalah sama-sama
terdiri atas empat bab. Selain itu, tulisan tersebut berawal latar belakang
masalah dan rumusan masalah. Karena ada rumusan masalah, tentu ada solusi atau
cara yang ditempuh untuk mengatasi masalah. Selain itu, kedua tulisan itu
memuat kajian teori/pustaka. Yang membedakannya adalah pada bagian pendahuluan
tinjauan ilmiah tidak dilengkapi dengan tujuan dan manfaat sebagaimana dalam best practice.
Selain itu, pada
tinjauan ilmiah pembahasan masalah harus memuat kejelasan ide atau
gagasan asli si penulis yang terkait dengan upaya pemecahan masalah di satuan
pendidikannya atau di sekolahnya. Gagasan tersebut harus didukung data-data
yang ada di sekolah, namun tidak terlalu rinci menjelaskan langkah-langkah dan
hambatan yang terjadi.
Pada best practice pembahasan memuat cara pemecahan masalah yang
menguraikan langkah-langkah atau cara-cara dalam memecahkan masalah, termasuk
hambatan-hambatan yang harus diatasi yang dituangkan secara rinci. Hal yang
sangat perlu disajikan adalah keaslian, kejelasan ide/gagasan, dan
kecemerlangan ide terkait dengan upaya pemecahan masalah di sekolah/madrasahnya.
Uraian ini merupakan inti tulisan Best
Practice.
Dengan mencermati
sistematika tersebut, dapat dijelaskan langkah-langkah penyusunan tinjauan
ilmiah dan best practice, yaitu:
1. Menemukan atau merasakan adanya masalah
Berbeda dengan PTK yang masalahnya harus ada di lingkup
kelas, dalam tinjauan ilmiah dan best
practice masalah bisa di satu kelas, di seluruh kelas dalam satu sekolah,
atau di luar kelas, dapat berupa masalah pembelajaran atau di luar
pembelajaran. Misalnya di sebuah sekolah, terdapat masalah terkait dengan budaya
literasi yang belum terbentuk. Peserta didik malas membaca, diberi tugas
membaca pun sering tidak dilaksanakan.
2. Menentukan solusi
Menentukan solusi haruslah logis, masuk akal, mudah
dilaksana-kan, tidak memerlukan biaya yang tinggi, dan kreatif serta inovatif.
Jika masalah terjadi dalam pembelajaran di kelas, guru dapat memilih solusi
dengan memilih pendekatan, model, atau metode pembelajaran, menggunakan media,
atau sumber belajar yang belum pernah digunakan sebelumnya. Model atau metode
pembelajaran dapat dipilih dari yang sudah ada atau dapat memodifikasi atau
menciptakan sendiri. Media yang digunakan juga dapat dipilih dari media yang
sudah ada atau media yang diciptakan sendiri. Solusi untuk masalah di luar
pembelajaran dapat ditentukan dengan teknik atau cara yang efektif, kreatif,
namun ekonomis. Misalnya untuk mengatasi rendahnya budaya literasi di sekolah,
kita dapat memilih solusi menerapkan program BCL (baca, cerita, lomba). BCL
diterapkan dengan teknik setiap hari ada siswa yang ditunjuk harus bercerita
dari hasil membaca, di akhir semester diadakan berbagai lomba literasi (baca
puisi, resensi buku, menulis cerpen, dll.)
3. Mengkaji pustaka
Mengkaji pustaka merupakan bagian yang harus dilakukan
sebelum menulis, bahkan sebelum menentukan solusi. Kegiatan ini dilakukan
dengan mencari buku atau bacaan yang relevan, membaca, mencatat teori atau
pernyataan yang sesuai dengan topik yang akan ditulis. Setelah ada catatan,
penulis mengutip dan menuliskan hasil kutipan dalam bab kedua. Menulis bab
kedua bukan sekadar mengumpulkan kutian-kutipan, tetapi menganalisis, mengkaji,
mengulas, dan menyimpulkan. Sering terlihat orang mengutip pendapat dari buku
ke buku lain, namun tidak membahasnya. Akhirnya, tulisan tampak seperti
tempelan-tempelan teori saja yang tidak bermakna.
4. Menerapkan solusi
Langkah berikutnya adalah menerapkan solusi yang telah
dipilih berdasarkan teori yang dikaji. Kegiatan ini disertai dengan observasi,
pencatatan, pengumpulan data, pendokumentasian. Berbagai kegiatan tersebut akan
mempermudah penulis untuk mengumpulkan data, menganalisis, dan melaporkannya
dalam bentuk tinjauan ilmiah ataupun best
practice.
5. Menganalisis data
Data yang telah dicatat, dipilih yang penting untuk
dianalisis. Dari berbagai bentuk pencatatan, data dapat dihubung-hubungkan
untuk kemudian disimpulkan sesuai dengan yang diprediksi atau ditargetkan
sebelumnya.
6. Menulis laporan lengkap
Semua yang telah dilakukan dan menunjukkan hasil sesuai
dengan yang diharapkan ditulis dalam bab demi bab sesuai dengan sistematika
yang ditentukan. Menulis laporan pastilah tidak sekali jadi. Harus melalui
proses draf, revisi, dan finaslisasi. Yang harus diingat, jangan berhenti
menulis dalam waktu yang lama karena yang demikian biasanya akan menjadikan
lupa, malas, dan gagal.
7. Untuk menjadikan tulisan kita menjadi artikel ilmiah,
kita harus mengirimkannya ke jurnal ilmiah. Pilihlah jurnal yang sesuai dari
mulai tingkatan yang rendah baru ke yang tingkat tinggi jika sudah menjadi
penulis yang andal.
Tips Penggunaan
Bahasa dalam Menulis Karya Ilmiah
Menulis karya
ilmiah pastilah tidak dapat dipisahkan dari keterampilan menggunakan bahasa.
Ide, gagasan menulis, dan pengalaman merupakan isi karya ilmiah, sedangkan
bahasa adalah media karya ilmiah. Suyono dkk. (2015:4) menjelaskan bahwa bahasa dalam artikel
ilmiah hasil penelitian dipilih berdasarkan prinsip kemudahan dan kedekatan
dengan pembaca. Meskipun demikian, aturan kebakuan dan kefektifan juga perlu
tetap diperhatikan.
Sebelum menulis karya
ilmiah, perlu diperhatikan cara penulisan kalimat yang sesuai dengan kaidah
yang benar. Kalimat ilmiah yang sesuai dengan kaidah dapat ditelusuri dalam
tataran pembentukan kata dan diksi, keutuhan struktur kalimat, kejelasan
kalimat, ketepatan penggunaan kata hubung, ketepatan penggunaan kata baku,
serta penggunaan kalimat bernalar (Suyono dkk., 2015:12).
1.
Keutuhan struktur kalimat
Kalimat utuh adalah
kalimat yang keseluruhan strukturnya lengkap. Kelengkapan struktur kalimat
meliputi subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.
|
Hasil survei bahwa peserta didik
yang sering berbuat onar di kelas memiliki prestasi yang kurang baik.
|
Kalimat
tersebut tidak benar atau tidak utuh karena tidak memiliki predikat atau
kalimat tersebut belum selesai. Kalimat yang benar adalah: Hasil survei membuktikan bahwa peserta didik yang sering berbuat onar di kelas memiliki
prestasi yang kurang baik.
2. Kejelasan kalimat
Kejelasan kalimat perlu
diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah. Kalimat yang jelas mampu
menyampaikan gagasan yang jelas pula kepada pembaca. Kejelasan kalimat dapat
dilihat berdasarkan tipe struktur kalimat yang digunakan.
|
Kepala sekolah prakarsai pembangunan perpustakaan untuk
melengkapi sarana sekolah.
|
Kalimat
tersebut tidak jelas strukturnya, aktif atau pasif. Agar menjadi kalimat yang
jelas harus diubah menjadi: Kepala
sekolah memprakarsai pembangunan perpustakaan untuk melengkapi sarana sekolah.
3.
Ketepatan penggunaan kata hubung
Kata hubung adalah
kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan
klausa, atau kalimat dengan kalimat. Misalnya: dan, atau, dengan, bahwa, namun,
meskipun, sedangkan, bahkan, karena, oleh sebab itu, untuk, dan sebagainya.
|
Dalam penelitian ini
mengkaji tentang “Sikap sekolah dan orang tua terhadap kebiasaan anak
menonton televisi”.
|
Penggunaan kata dalam kurang tepat sehingga
harus dihilangkan.
4.
Ketepatan penggunaan
kata baku
Kata-kata
yang digunakan dalam karya ilmiah haruslah kata-kata yang baku. Kata baku
adalah kata yang benar, baik dilihat dari bentuk maupun ejaannya.
|
Sistim belajar 5 hari seminggu memunculkan pendapat pro
dan kontra dari masarakat.
|
Dalam kalimat tersebut ada tiga kata tidak
baku yaitu “sistim”, “5”, dan “masarakat”. Kata yang baku adalah “sistem”,
“lima”, dan “masyarakat”.
5.
Penggunaan kalimat
bernalar
Kalimat yang
digunakan dalam karya ilmiah haruslah kalimat bernalar, kalimat yang tidak
ambigu, tidak rancu, logis, dan mudah dipahami. Berikut ini adalah
contoh-contoh kalimat yang tidak bernalar.
|
·
Peserta didik baru mengikuti
kegiatan studi wisata.
·
Meskipun sudah diterapkan
berbagai metode, namun prestasi siswa belum meningkat.
·
Negatif dalam pemahaman ini, siswa bisa saja merasa malu dengan
dirinya masuk salah satu daftar nama penerima, karena tak jarang pengajuan
untuk mendapatkan bantuan memang dari pihak orang tua yang telah menerima informasi adanya pemberian bantuan dengan
melengkapi persyaratan tertentu sehingga situasi ini bisa tidak dipahami oleh anak, terlebih anak
jaman sekarang yang ada kecenderungan tampil dengan gaya mengarah “hedonisme”
bersifat duniawi tidak memandang siapa dirinya, yang ada hanyalah selalu bisa tampil sebagaimana teman yang lain.
|
Kalimat pertama ambigu atau bermakna ganda, kata “baru” dapat dimaknai
dengan “peserta didik baru”, juga dapat dimaknai “baru mengikuti”. Kalimat
kedua rancu karena ada penggunaan konjungsi yang kurang tepat. Konjungsi
“meskipun” dan “tetapi” harus digunakan salah satu. kalimat ketiga sulit
dipahami karena sangat panjang dan kurang logis.
Cara menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk menulis karya ilmiah dapat
dipelajari dan diupayakan. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh: banyak
membaca, sering berlatih, sering bertanya, dan sering meminta saran kepada
orang yang lebih tahu.
F. Penutup
Untuk
dapat menghasilkan sebuah karya tulis diperlukan kegigihan dan ketekunan. Orang
yang kurang berbakat, namun gigih,
memiliki peluang lebih besar untuk menghasilkan karya tulis daripada
orang berbakat, namun kurang gigih. Jangan menjadikan waktu dan kesibukan
sebagai alasan untuk tidak menulis. Sempatkan menulis, kurangi aktivitas yang
kurang bermanfaat.
Menulis karya ilmiah sangat
bermanfaat, baik bagi penulis maupun bagi pembaca. Secara psikologis, menulis
akan mendatangkan rasa kepuasan bagi penulis. Secara sosiologis, dengan menulis
orang akan mampu menyampaikan segala ide, gagasan, kritik kepada masyarakat.
Secara ekonomis, menulis akan mendatangkan poin dan juga koin.
Penelitian pendidikan, khususnya PTK
wajib dimiliki oleh guru yang bergolongan III/d ke atas yang menginginkan
kenaikan pangkat. Artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN wajib dimiliki guru
bergolongan IV/a ke atas yang menginginkan kenaikan pangkat. Oleh karena itu,
mari kita melaksanakan PTK dan menulis karya tulis di jurnal ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Asul Wiyanto & Mustakim.
(2012). Panduan Karya Tulis Guru.
Yogyakarta: Pustaka Ghratama.
Iskandar. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Referensi.
Kemendiknas. (2010). Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka
Kreditnya. Jakarta, Direktorat Jenderal PMPTK.
Kemendiknas. (2010). Pedoman Penilaian Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB). Jakarta, Direktorat Jenderal PMPTK.
Leo Idra Ardiana. (2003). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Mc Niff, Jean. (1988). Action Research: Principles
and Practice. Great Britain: Mackays of Chatham.
Suhardjono. 2006. Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah.
(makalah). http://www.lpmpjabar.go.id. diakses 2 Oktober 2013.
Suherli. (2007). Menulis Karangan Ilmiah, Kajian dan Penuntun dalam Menyusun Karya Tulis
Ilmiah. Depok: Arya Duta.
Sukamto. (2000). Pedoman Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Pendidikan Tinggi
----
Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya
Sukidin dkk. (2008). Manajemen
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia.
Supardi & Suhardjono. (2013). Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas.
Yogyakarta: Andi Offset.
Suyono dkk. (2015). Cerdas Menulis Karya Ilmiah. Malang:
Gunung Samudera.
Zaenal Arifin. (2008). Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
KETENETUAN PENULISAN
JURNAL WAHANA KARYA GURU
1. Naskah belum pernah dimuat/diterbitkan atau dalam proses
penerbitan di jurnal/media lain.
2.
Naskah diketik dengan
memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia dan Pedoman Ejaan Umum Bahasa Indonesia.
3.
Naskah diketik 1,5 spasi pada
kertas A4 dengan huruf Times New Roman
berukuran 9, sebanyak 11-15 halaman.
4.
Judul naskah maksimal 14 kata,
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
5.
Abstrak maksimal 200 kata ditulis dalam
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan 1 spasi.
6.
Naskah yang dimuat dalam
jurnal ini meliputi hasil penelitian atau kajian/pemikiran/gagasan atau laporan best
practice dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
7.
Naskah hasil penenlitian
PTK/PTS memuat judul, nama penulis, alamat lembaga penulis, e-mail penulis,
abstrak, kata kunci dan isi. Isi naskah mempunyai sistematika sebagai berikut.
a.
Pendahuluan meliputi latar
belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian.
b.
Kajian pustaka yang mencakup
teori/pendapat ahli dan hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, hipotesis, dan indikator keberhasilan
tindakan.
c.
Metode yang berisi metode
penelitian yang digunakan, tempat dan waktu, prosedur penelitian, teknik
pengumpulan dan teknik analisis data.
d.
Hasil dan pembahasan
menyajikan hasil penelitian sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan
penelitian, menganalisis/ membahas hasil penelitian dengan teori dan hasil penelitian yang
relevan yang telah dikaji,
menghubungkan hasil penelitian dengan kebijakan publik di bidang pendidikan dan
kebudayaan.
e.
Simpulan dan Saran. Simpulan
berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, menjawab pertanyaan dari
rumusan masalah penelitian, bukan ringkasan dari pembahasan. Saran dibuat
berdasarkan simpulan dan berisi rekomendasi yang aplikatif, akademik, atau
berimplikasi pada kebijakan.
f.
Pustaka acuan terbitan 10
tahun terakhir, kecuali bahan kajian historis dapat digunakan pustaka klasik
(tua) terbitan lebih dari 10 tahun terakhir.
8.
Naskah
kajian/pemikiran/gagasan atau best
practice memuat judul, nama penulis, alamat lembaga penulis e-mail
penulis, abstrak, kata kunci dan isi. Isi naskah mempunyai sistematika sebagai
berikut.
a.
Pendahuluan meliputi latar
belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan.
b.
Kajian pustaka menyajikan
hasil kajian teori
sesuai dengan rumusan permasalahan/tujuan kajian/pengembangan teori/konsep,
hasil analisis kajian dihubungkan dengan kebijakan publik bidang pendidikan dan kebudayaan.
c.
Pustaka-pustaka acuan, artikel
kajian/pemikiran/gagasan minimal berjumlah 10 pustaka dan terbitan 10 tahun terakhir, kecuali bahan kajian
historis dapat digunakan pustaka klasik (tua) terbitan lebih dari 10 tahun.
9.
Pustaka rujukan dari internet
dianjurkan dari acuan yang akuntabel.
10.
Penulisan daftar pustaka
diurutkan sebagai berikut:
Nama penulis (Khusus Inggris dibalik dengan pemisah tanda koma.
Tahun penerbitan dalam kurung. Judul buku atau tulisan dicetak miring. Kota
tempat penerbitan diikuti tanda titik dua. Nama penerbit.
Setiap pustaka diketik dengan jarak 1 spasi. Antar pustaka
diberi jarak 2 spasi setiap pustaka yang lebih dari 2 baris, baris kedua dan
seterusnya diketik masuk dalam sebanyak 5 ketukan.
Contoh daftar Pustaka:
Borg, Walter, R. & Gall,
M., D. (1989). Educational research: an
introduction (4th ed). New York London: Longman.
Estu Miyarso. (2009). Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran
Sinematografi. Tesis. Yogyakarta: Program
Studi Teknologi Pembelajaran Pasca Sarjana UNY.
11.
Naskah dikirim secara online melalui e-mail: wk_guru@gmail.com
12.
Penulis tidak
keberatan jika naskah yang dikirim mengalami penyuntingan atau perbaikan tanpa
mengubah isinya.
13.
Isi jurnal merupakan tanggung
jawab penuh penulis.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar